Jumat, 31 Juli 2009

PEMBELAJARAN KECAKAPAN HIDUP

Bagaimana Merancang Pembelajaran untuk Mengembangkan Kecakapan Hidup?

Kecakapan hidup dapat diperoleh melalui belajar. Oleh karena itu, pembelajaran kontekstual berbagai matapelajaran di sekolah perlu dirancang secara khusus untuk memperkuat kecakapan hidup siswa.
Salah satu kategori kecakapan hidup yang perlu dikembangkan secara terus menerus agar menjadi kebiasaan siswa adalah kecakapan akademik. Kecakapan akademik ini sangat penting untuk membantu siswa memperoleh kecakapan analitis, sintesis, ilmiah, dan teknologi yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan dalam lembaga pendidikan formal dan tempat kerja.
Selain itu, kecakapan personal dan sosial siswa dapat dikembangkan melalui pembelajaran kontekstual pula. Guru dapat menciptakan lingkungan belajar bagi siswa dengan menerapkan model-model pembelajaran yang memberi kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk berinteraksi dengan sesamanya secara aktif. Guru dapat menerapkan kegiatan pembelajaran kooperatif yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan, membangun, dan berlatih menggunakan kecakapan personal dan sosial berulang-ulang. Cara memberikan pemebelajaran untuk mengembangkan kecakapan hidup antara lain:
Ø Memberikan Pertanyaan/Tugas yang Mendorong Siswa untuk Berbuat/Berpikir tingkat Tinggi
Sering kita mengamati guru yang mengajukan banyak pertanyaan dalam proses pembelajarannya di dalam kelas. Pertanyaan-pertanyaan tersebut terkadang sangat banyak sehingga terkesan bahwa guru itu sedang menguji siswanya. Namun, apabila dicermati, jenis-jenis pertanyaan yang dilontarkan hanya sebatas pertanyaan yang membutuhkan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’, atau pertanyaan yang membutuhkan hanya satu jawaban tertentu. Pertanyaan tersebut sama sekali tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir kreatif, yaitu kurang menuntut siswa untuk mengemukakan gagasannya sendiri.

Jenis pertanyaan yang diajukan atau tugas yang diberikan oleh guru sangat berpengaruh terhadap perkembangan keterampilan berpikir siswa. Pertanyaan/tugas tersebut bukan hanya untuk memfokuskan siswa pada kegiatan, tetapi juga untuk menggali potensi belajar siswa. Pertanyaan atau tugas yang memicu siswa untuk berpikir analitis, evaluatif, dan kreatif dapat melatih siswa untuk menjadi pemikir yang kritis dan kreatif.



Kondisi di atas akan terjadi apabila guru cukup selektif dalam menggunakan jenis pertanyaan yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir siswa. Pada tahun 1950, Benjamin S. Bloom memperkenalkan konsep tingkatan dalam berpikir. Tingkatan berpikir tersebut dapat dipakai guru dalam menyusun pertanyaan atau tugas yang akan diberikan kepada siswa. Berikut adalah tingkatan berpikir Bloom versi perbaikan.




Mengkreasi
Menghasilkan ide-ide baru, produk, atau cara memandang terhadap sesuatu.Kegiatan: mendisain, membangun, merencanakan, menemukan. Mengevaluasi
Menilai suatu keputusan atau tindakan.Kegiatan: memeriksa, membuat hipotesa, mengkritik, bereksperimen, memberi penilaian. Menganalisis
Mengolah informasi untuk memahami sesuatu dan mencari hubungan.Kegiatan: membandingkan, mengorganisasi, menata ulang, mengajukan pertanyaan, menemukan. Menerapkan
Menggunakan informasi dalam situasi lain.Kegiatan: menerapkan, melaksanakan, menggunakan, melakukan. Memahami
Menerangkan ide atau konsep.Kegiatan: menginterpretasi, merangkum, mengelompokkan, menerangkan.
Mengingat
Kegiatan: mengenali, membuat daftar, menggambarkan, menyebutkan.

Ø MEMBERIKAN PERTANYAAN/TUGAS YANG MENGANDUNG SOAL PEMECAHAN MASALAH
Pertanyaan/tugas tingkat tinggi dapat digunakan sebagai awalan untuk berlatih memecahkan masalah. Pertanyaan/tugas tingkat tinggi yang memenuhi kriteria sebagai masalah dijadikan titik tolak untuk mengikuti langkah-langkah pemecahan masalah.

Pemecahan masalah merupakan salah satu kecakapan akademik yang perlu dikembangkan secara terus menerus agar menjadi kebiasaan siswa. Pemecahan masalah ini sangat penting untuk membantu siswa memperoleh kecakapan analitis, sintesis, ilmiah, dan teknologi yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan dalam lembaga pendidikan formal dan tempat kerja.
Contoh Soal Pemecahan Masalah Matematika

A. Pertanyaan/Tugas yang dipilih sebagai masalah

Selama empat hari kegiatan diskon, toko Ramah berhasil menjual TV dengan rincian sebagai berikut. Jumlah TV terjual pada hari kedua adalah dua kali lipat jumlah yang terjual pada hari pertama. Jumlah TV yang terjual pada hari ketiga adalah 21, dan pada hari terakhir terjual sebanyak 13 TV. Jika selama kegiatan diskon tersebut seluruhnya terjual sebanyak 109 TV, berapa banyak TV yang terjual pada hari pertama?

B. Analisis Masalah (Unsur-unsur penting masalah)

1. Yang diberikan dalam masalah di atas adalah:
a. Kegiatan diskon berlangsung selama 4 hari
b. Jumlah TV terjual 109 TV
c. Jumlah TV terjual di hari kedua adalah 2 kali jumlah TV terjual pada hari pertama
d. Jumlah TV terjual di hari ketiga adalah 21TV
e. Jumlah TV terjual di hari keempat adalah 13 TV
2. Yang ditanyakan dalam masalah di atas adalah:
a. Berapa banyak TV yang terjual pada hari pertama?

C. Strategi Pemecahan
Untuk memecahkan masalah ini beberapa strategi yang bisa digunakan misalnya:
1. Membuat tabel
2. Membuat ilustrasi/gambar
3. Bekerja Mundur
4. Menggunakan variabel
SEDIKIT PENJELASAN TENTANG STRATEGI




Strategi 3: Bekerja Mundur

SEMUA HARUS 109
109 = 13 + 21 + HARI KEDUA + HARI PERTAMA
109 = 13 + 21 + (HARI PERTAMA + HARI PERTAMA) + HARI PERTAMA


Strategi 4: Menggunakan Variabel

Misalkan jumlah TV yang terjual pada hari pertama adalah P
Maka jumlah TV yang terjual pada hari kedua adalah 2P
Total 109, maka 109 = 13 + 21 + 2P + P


Ø MENERAPKAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan pada siswa untuk saling berinteraksi. Siswa yang saling menjelaskan pengertian suatu konsep pada temannya sebenarnya sedang mengalami proses belajar yang sangat efektif yang bisa memberikan hasil belajar yang jauh lebih maksimal daripada kalau dia mendengarkan penjelasan guru.

Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan beberapa kecakapan hidup yang disebut sebagai kecakapan berko­munikasi dan kecakapan bekerja sama. Kecakapan ini memiliki peranan penting dalam kehidupan nyata.

Pembelajaran kooperatif juga dapat dipakai sebagai sarana untuk menanamkan sikap inklusif, yaitu sikap yang terbuka terhadap berbagai perbedaan yang ada pada diri sesama siswa di sekolah. Pengalaman bekerja sama dengan teman yang memiliki per­bedaan dari segi agama, suku, prestasi, jenis kelamin, dan lain-lain diharapkan bisa membuat siswa menghargai perbedaan tersebut.

Sayangnya, dalam pembelajaran sehari-hari pembelajaran kooperatif sering dipahami hanya sebagai duduk bersama dalam kelompok. Siswa duduk berkelompok tapi tidak saling berinteraksi untuk saling membelajarkan. Siswa dalam duduk berkelompok be­kerja sendiri-sendiri.

Penerapan pembelajaran kooperatif akan memberikan hasil yang efektif kalau mem­perhatikan dua prinsip inti berikut. Pertama adalah adanya saling ketergantungan yang positif. Semua anggota dalam kelompok saling bergantung kepada anggota yang lain dalam mencapai tujuan kelompok, misalnya menyelesaikan tugas dari guru. Prinsip yang kedua adalah adanya tanggung jawab pribadi (individual accountability). Di sini setiap anggota kelompok harus memiliki kontribusi aktif dalam bekerja sama. Karena itu penting bagi kita mempelajari beberapa bentuk pembelajaran kooperatif dan pene­rapan yang sebenarnya supaya kesalahpahaman tentang belajar kelompok/kooperatif dalam pembelajaran dapat dihindari.

Belajar kooperatif merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan pembelajaran yang ak­tif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Belajar kooperatif memberikan kesempatan pada siswa untuk saling berinteraksi. Siswa yang saling menjelaskan pengertian suatu konsep pada temannya sebenarnya sedang mengalami proses belajar yang sangat efektif yang bisa memberikan hasil belajar yang jauh lebih maksimal daripada kalau dia mendengarkan penjelasan guru.

Pembelajaran kooperatif juga bisa dipakai sebagai sarana untuk menanamkan sikap inklu­sif, yaitu sikap yang terbuka terhadap berbagai perbedaan yang ada pada diri sesama siswa di sekolah. Pengalaman bekerja sama dengan teman yang memiliki perbedaan dari segi agama, suku, prestasi, jenis kelamin, dan lain-lain diharapkan bisa membuat siswa menghargai perbedaan tersebut.

Selain itu pembelajaran kooperatif juga memberikan kesempatan pada siswa untuk men­gembangkan beberapa kecakapan hidup yang disebut sebagai kecakapan berkomunikasi dan kecakapan bekerja sama. Kecakapan ini memiliki peranan penting dalam kehidupan nyata.

Sayangnya, dalam pembelajaran sehari-hari pembelajaran kooperatif sering dipahami hanya sebagai duduk bersama dalam kelompok. Siswa duduk berkelompok tapi tidak sa­ling berinteraksi untuk saling membelajarkan. Siswa dalam duduk berkelompok bekerja sendiri-sendiri.

Penerapan pembelajaran kooperatif akan memberikan hasil yang efektif kalau memperha­tikan dua prinsip inti berikut. Yang pertama adalah adanya saling ketergantungan yang po­sitif. Semua anggota dalam kelompok saling bergantung kepada anggota yang lain dalam mencapai tujuan kelompok, misalnya: menyelesaikan tugas dari guru. Prinsip yang kedua adalah adanya tanggung jawab pribadi (individual accountability). Di sini setiap anggota kelompok harus memiliki kontribusi aktif dalam bekerja sama. Kalau ada anggota kelompok yang tidak berkontribusi maka tujuan kelompok tidak akan tercapai. Karena itu penting bagi kita mempelajari beberapa bentuk pembelajaran kooperatif dan penerapannya yang sebenar­nya supaya kesalahpahaman tentang belajar kelompok/kooperatif dalam pembelajaran da­pat dihindari.
Beberapa jenis pembelajaran kelompok/kooperatif

1. Jigsaw
Langkah-langkah:
a. Siswa dibagi dalam kelompok–kelompok. Tiap kelompok beranggotakan 4 s/d 5 orang. Sebaiknya kelompok terdiri atas siswa dengan beragam latar belakang, mi­salnya dari segi prestasi, jenis kelamin, suku, agama, status sosial dll. Kelompok ini disebut kelompok asal
b. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda. Misalnya, untuk topik sistem pencernaan, ada subtopik tentang mulut; lambung; usus halus; usus besar, poros, dan dubur dibagitugaskan pada tiap anggota dalam kelompok.
c. Setiap siswa yang mendapat subtopik mulut berkumpul bersama membentuk tim ahli mulut. Siswa lain yang mendapat subtopik lambung juga berkumpul bersama membentuk tim ahli lambung. Begitu seterusnya. Tim ahli membahas subtopik ma­sing-masing dan menjadi ahli dalam topik itu.
d. Setelah selesai berdiskusi dalam tim ahli, tiap anggota kembali ke kelompok asal masing-masing. Kemudian secara bergantian, tiap siswa yang telah menjadi ahli mengajar teman satu tim mereka tentang subtopik yang mereka kuasai.
e. Kelompok asal mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, atau membuat rangkuman tentang, misalnya sistem pencernaan pada manusia. Guru bisa juga memberikan tes pada kelompok. Tapi pada saat mengerjakan tes siswa tidak boleh bekerja sama.


2. STAD (Student Teams Achievement Divisions)
Langkah-langkah:
a. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok. Tiap kelompok beranggotakan 4 s/d 5 orang. Sebaiknya kelompok terdiri atas siswa dengan beragam latar belakang, mi­salnya dari segi prestasi, jenis kelamin, suku, agama, dll
b. Guru membahas topik pembelajaran, misalnya: sistem pencernaan manusia.
c. Guru Guru memberi tugas kepada kelompok untuk mengerjakan latihan / membahas sua­tu topik lanjutan bersama-sama. Di sini anggota kelompok saling bekerja sama.
d. Guru memberi kuis/pertanyaan/tes kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
e. Hasil tes diskor. Skor tiap siswa ditentukan berdasarkan skor/perbaikan tiap anggo­ta kelompoknya.

3. Menulis Cerita Kelompok
a. Setiap anggota kelompok memilih sebuah topik yang menarik untuk membuat ceri­ta secara berkelompok, misalnya gempa bumi atau banjir di suatu daerah, bermain di sungai, pengalaman pertama berkemah, semua menteri pemerintah dikejutkan oleh penyakit serius yang misterius, dan lain-lain.
b. Setiap anggota kelompok menulis judul cerita yang mereka pilih serta tiga kalimat pertama untuk mengawali cerita.
c. Anggota kelompok memutar cerita mereka ke arah kiri mereka. Setiap anggota yang menerimanya harus melanjutkan cerita. Setiap anggota memiliki waktu dua menit untuk membaca dan menulis. Kertas diputar hingga beberapa kali putaran dan pada akhirnya setiap anggota mendapatkan kembali kertasnya.
d. Jika sudah selesai, kelompok berbagi cerita dan memilih salah satu cerita untuk dibacakan di kelompok. Kemudian, anggota-anggota kelompok menyunting cerita tersebut untuk meningkatkan kualitas cerita.
e. Alternatif lain: tiap anggota kemudian mengembangkan kalimat-kalimat yang sudah ada menjadi cerita yang runtut.

4. Menemukan yang Salah
Setiap siswa menuliskan tiga pernyataan yang terdiri atas dua pernyataan benar dan satu pernyataan salah. Di dalam kelompok seorang siswa membacakan pernyataannya dengan suara keras. Kelompok kemudian berdiskusi untuk menemukan pernyataan yang salah. Setelah itu siswa lain membacakan pernyataannya dan didiskusikan. Demi­kian seterusnya sampai semua siswa dalam kelompok mendapat giliran membacakan pernyataan yang telah ditulisnya.
Langkah-langkah:
a. Semua siswa menulis tiga pernyataan: 2 pernyataan benar dan 1 pernyataan sa­lah
b. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok
c. Satu orang siswa membaca pernyataan
d. Kelompok mendiskusikan pernyataan mana yang salah dan membetulkannya
e. Satu orang siswa membaca pernyataan lagi
f. Kelompok mendiskusikan pernyataan mana yang salah dan membetulkannya, dstnya.
. Di Dalam dan di Luar Lingkaran
Semua siswa berdiri membentuk dua lingkaran. Lingkaran yang kedua mengelilingi lingkaran yang pertama. Kedua lingkaran harus memiliki jumlah siswa yang sama sehingga siswa bisa saling berhadapan. Guru mengumumkan atau memberikan sebuah topik atau pertanyaan, dan siswa membahasnya dengan pasangan yang berada di depannya. Kemudian kedua lingkaran berotasi sehingga siswa terpasangkan dengan siswa lain untuk membahas topik atau pertanyaan berikutnya yang diberikan guru.

Langkah-langkah:
a. Siswa membentuk lingkaran
b. Siswa membahas topik / pertanyaan dari guru dengan pasangannya
c. Guru memberi aba-aba pada siswa untuk berotasi
d. Jika memungkinkan, kegiatan akan lebih lancar kalau dilaksanakan di luar kelas
e. Posisi yang dirotasi sebaiknya diragamkan, dan pergerakan rotasi kadang-kadang dibalikkan arahnya


6. Berpikir-Berpasangan-Berbagi dengan Kelas / B3K (Think-Pair-Share)
Pembelajaran kooperatif model B3K ini sangat populer karena mudah pengelolaan kelasnya.
a. Guru memberikan suatu permasalahan / pertanyaan pada kelas. Misalnya, guru bertanya,” Apa yang dimaksud dengan pemanasan global? Mengapa isu pemanasan global sedang ramai dibicarakan orang? Adakah tanda-tanda terjadinya pemanasan global di kota kita ini?”
b. Setiap siswa secara individual diminta untuk merenungkan kemungkinan jawabannya terlebih dahulu. Guru memberikan waktu yang cukup. Tahap ini disebut tahap Berpikir / Think.
c. Setelah siswa mencari / memikirkan jawaban atau tanggapan sendiri-sendiri, guru kemudian meminta siswa secara berpasangan mendiskusikan jawaban mereka. Pada kesempatan ini mereka bisa saling bertukar pikiran dan argumentasi tentang permasalahan yang disampaikan oleh guru. Tahap ini tahap berdiskusi berpasangan / in pairs
d. Setelah diskusi berpasangan dirasakan cukup, guru mengundang tiap siswa / pasangan siswa untuk berbagi jawaban atau komentar secara pleno kelas terhadap permasalahan yang diajukan guru. Tahap ini disebut berbagi / share.


7. Berpikir-Berpasangan-Berempat/B3 (Think-Pair-Square)
Jenis pembelajaran kooperatif ini juga praktis pengelolaannya. Siswa tidak perlu berpindah dari tempat duduknya.

Tahapan pembelajaran kooperatif model B3 ini sama dengan tahapan B3K di atas kecuali pada langkah d. Untuk B3 langkah d diubah menjadi berdiskusi atau bertukar pendapat dan argumentasi dengan empat orang. Dengan demikian siswa berpikir/bekerja individual, kemudian berpasangan, setelah itu berempat.


8. Anggota Bernomer Bekerja Bersama / AB3 (Numbered-Heads together)
a. Bentuklah kelompok-kelompok siswa yang terdiri atas empat anak.
b. Setiap anggota kelompok mendapat nomor 1, 2, 3, dan 4.
c. Guru (atau siswa atau kelompok) memberikan pertanyaan berdasarkan teks yang dibaca. Misalnya: Bagaimanakah proses terjadinya efek umpan balik dalam pemanasan global? Guru juga bisa memberikan bentuk tugas yang lain.
d. Semua siswa dalam kelompok masing-masing bekerja sama mencari dan membahas jawaban / pemecahan atas pertanyaan/masalah yang diberikan. Kelompok memastikan bahwa setiap anggota menguasai jawaban/ jalan keluar atas masalah yang diberikan.
e. Setelah diskusi di dalam kelompok di rasa cukup, guru memanggil siswa dengan nomor-nomor tertentu untuk menjawab atau melaporkan. Misalnya, jika guru memanggil nomor 4, itu berarti bahwa semua siswa bernomor 1 harus siap untuk terpilih memaparkan jawaban atas permasalahan yang diberikan guru.
f. Guru meneruskan proses pembelajaran dengan memanggil nomor-nomor yang lain.



9. Bertukar Pasangan
Karakteristik bertukar pasangan pada pembelajaran kooperatif ini adalah jumlah anggota kelompoknya dua orang.
Langkah-langkah:
a. Siswa dibagi dalam tim (kelompok) yang saling berpasangan.
b. Setiap pasangan diberi tugas dan mengerjakannya.
c. Setelah selesai, setiap pasangan bertukar dengan pasangan lainnya.
d. Pasangan baru berdiskusi saling menanyakan dan mengukuhkan jawabannyae. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan disampaikan kepada pasangan semula.

1 komentar:

  1. bagus sekali tulisannya....

    numpang copas...
    ditunggu tulisan bagus lainnya, he2

    matur nuwun sanget

    BalasHapus